Kamis, 02 Juli 2009

Montesquieu, von Feuerbach dan Jean-Jacques Rousseau pasti sangat marah !

"PUTUSAN MK , KEJUMUDAN BERPIKIR & pRoFES0R yg TELAH IRRASIONAL & NIR-AKAL;
Montesquieu, von Feuerbach dan Jean-Jacques Rousseau pasti sangat marah: karena ternyata hasil kreasi/pemikiran mereka, sekarang justeru menjadi penghalang untuk menegakkan hukum terhadap penguasa ordebaru & kroni-kroninya yang telah berkuasa secara sEWENANG-WENANG-pembunuh & sangat KORUP; dan juga justeru merugikan para warganegara yang seharusnya memperoleh manfaat darinya (hukum/konstitusi)."

Oleh Teguh N Nusantara.

“ Nullum delictum nulla poena sine praevia lege. “ (von Feuerbach; 1801)

Rumusan tersebut di atas; lahir di penghujung jaman Abad Prtengahan dari suatu proses dialektis; di mana absolutisme dari kekuasaan raja-raja di Eropa, menghasilkan reaksi dari para intelektual pada saat itu untuk mencarikan solusi terhadap masalah pada saat itu berupa kekuasaan raja yang hampir tanpa batas. Kekuasaan yang absolut tersebut di antaranya berlangsung di bidang hukum, pada saat itu raja dapat menggunakan hukum pidana sebagai suatu instrumen demi menjaga agar kekuasaannya menjadi langgeng, dengan rakyat menjadi korbannya.
Sebab-sebab lahirnya rumusan tersebut di atas, oleh sebagian orang di jaman sekarang kurang dikaji secara mendalam guna memperoleh pemahaman tentang manfaat dan kegunaan dari rumusan yang biasanya disebut “asas legalitas” tersebut di atas. Sebagian orang cenderung malas untuk mengkaji suatu doktrin ilmu hukum dengan cara yang lain; selain hanya menelaah secara tekstual semata. Padahal secara keilmuan, di dalam khasanah ilmu hukum, yakni di bidang intrepretasi hukum, terdapat suatu metode pengkajian tentang intrepretasi hukum dari sudut pandang historis-kontekstual. Dari metode intrepretasi historis-kontekstual inilah, akan diperoleh pemahaman yang lebih lengkap mengenai latar belakang apa yang menyebabkan lahirnya suatu asas di bidang hukum, kemudian akan diperoleh pula pemahaman tentang cita-cita mulia & manfaat apa yang diperoleh rakyat dari adanya asas tersebut.
Sebagaimana telah diketahui, asas legalitas memberikan manfaat yang amat signifikan bagi peradaban manusia yang menghormati dan melindungi Hak-hak asasi rakyatnya dari kesewenang-wenangan raja. Pikiran tentang harus ada ketentuan yuridis-normatif lebih dahulu bagi perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan pidana; antara lain dikemukan oleh para filsuf Perancis, yakni Montesquieu dan Jean-Jacques Rousseau.
Akan tetapi kemudian, setelah roda jaman terus berputar, timbul masalah berupa; bagaimana bila asas legalitas justeru dipergunakan oleh para penguasa kontemporer maupun para bekas penguasa untuk melindungi dirinya agar tidak harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan korupnya semasa berkuasa.
Bagi para ahli hukum yang tercerahkan dan tidak terpaku-membebek pada doktrin (asas) secara tekstual yang belum tentu berdaya guna bagi keadaan sekarang yang aktual-kontemporer; maka mereka (sebagaimana para filsuf Perancis tersebut di atas)akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan memberikan jalan keluar atas persoalan yang ada, sebagaimana terdapat pada ketentuan yuridis normatif yang mengatur tentang Hak asasi manusia yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa terdapat pengecualian bagi pelanggaran HAM berat (gross violence of human right) maka tersangka pelaku pelanggar HAM berat dapat ditindak berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku surut.
Penjelasan atas Pasal 4 Undang-undang RI No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia tersebut berbunyi :
“ Yang dimaksud dengan "dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat.
Yang dimaksud dengan "siapapun" adalah Negara.Pemerintahan dan atau anggota masyarakat.
Hak untuk tidak dituntut atas daasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Sesungguhnya asas legalitas merupakan sesuatu yang bersifat dekonstruktif & korektif terhadap kekuasaan raja yang absolut. Asas tersebut tidakLAH adil/ tidak wajar/tidak pantas untuk dipertahankan dan tidak dikesampingkan untuk menindak berbagai perbuatan penyalahguanaan kekuasaan dan korup oleh penguasa politik di era ordeBaru yang telah memelaratkan kehidupan mayoritas rakyat indonesia hingga menjadi menjadi melarat & paria, dirampas hak untuk hidup dan bernapasnya-hingga ada yg mati kelaparan di Pulau Papua sana akibat negaranya jadi negara miskin dari malaysia, gara-gara korupsi yang dilakukan oleh penguasa ordebaru dan kroni-kroninya.

Jakarta, Agustus 2006.
* Tulisan ini juga merupakan tanggapan terhadap Opini-
Irfan H. di Harian ini pada 29 Agustus 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar